Who will be the next Muhammad Al-Fatih?


Bismillah

“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata” (Al-Fath: 1)

“Sungguh, Konstantinopel akan ditaklukan oleh kalian. Maka sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan yang menaklukannya” (HR. Ahmad)

Dalam suatu waktu, pada saat pasukan muslim hendak melaksanakan sholat jum’at yang kali pertama di Konstantinopel, timbul problem untuk menentukan Siapakah yang layak menjadi imam shalat Jum’at. Tak ada seorang pun yang berani menawarkan diri.

Melihat hal itu, Muhammad Al-Fatih segera bangun dari tempat duduknya dan meminta kepada seluruh jemaah untuk sama-sama berdiri. Kemudian dia bertanya, “Siapakah diantara kalian yang sejak remaja, sejak akil balighnya hingga hari ini pernah meninggalkan shalat wajib lima waktu, silakan duduk!?”

Mahasuci Allah! Tidak ada seorang pun di antara pasukan islam yang duduk. Semuanya masih tegak berdiri. Artinya, pasukan Islam yang dipimpin Muhammad Al-Fatih sejak mereka remaja hingga hari itu, tidak ada seorang pun yang pernah meninggalkan shalat wajib. Tidak sekalipun mereka melalaikan shalat fardhu.

Muhammad Al-Fatih tersenyum, kemudian bertanya untuk kali yang kedua: “Siapakah diantara kalian yang sejak akil baligh hingga saat ini, pernah meninggalkan shalat rawatib sekali saja, silakan duduk!?” Sebagian diantara pasukan Islam yang merasa pernah meninggalkan shalat rawatib segera duduk. Namun sebagian besar pasukan Islam saat itu masih berdiri tegak. Artinya sejak masa remaja, sebagian besar pasukan tidak pernah meninggalkan shalat rawatib, shalat sunnah yang menyertai shalat fardhu. Betapa kualitas dan karakter keimanan mereka sebagai muslim sungguh bernilai tinggi.

Untuk kali ketiga, Muhammad Al-Fatih, kembali berseru : “Siapa di antara kalian yang sejak akil baligh sampai hari ini, pernah meninggalkan shalat tahajud di kesunyian malam? Bagi mereka yang pernah meninggalkan atau kosong satu malam saja, silakan duduk!”

Apa yang terjadi? Pasukan Islam yang sebelumnya masih banyak yang berdiri tegak dengan segera mereka duduk kembali. Namun, ada pemandangan yang menakjubkan, ternyata ada seorang diri yang masih tetap tegak berdiri. Dia adalah Sultan Mehmed II bin Murad II a.k.a Muhammad Al-Fatih sang penakluk Konstantinopel. Dialah yang pantas menjadi imam shalat jum’at pada hari itu, karena hanya dialah sejak akil baligh dan usia remajanya tak pernah tertinggal satu kali pun shalat malam. Masya Allah!

– – – – – – – – –

29 Mei 1453, Muhammad Al-Fatih, berusia 21 tahun 2 bulan saat menaklukan Konstantinopel. Memimpin 250 ribu pasukan. Hamba Allah yang tak pernah tertinggal shalat fardhu, rawatib, dan shalat tahajudnya sejak usia baligh. Hapal Qur’an saat usianya baru menginjak 8 tahun. Wajar jika melalui beliaulah bisyarah Rasulullah SAW tentang penaklukan Konstantinopel suatu saat, melalui pemimpin yang terbaik dengan memimpin pasukan yang terbaik pula, dipimpin oleh seorang Muhammad Al-Fatih.

Belajar dari sejarah. Belajar dari kisah-kisah Rasulullah, kisah para sahabat, dan para pejuang Islam. Tak ada sesuatu kesuksesan yang dicapai dengan sukses. Selain persiapan dan ikhtiar yang maksimal, faktor ketaatan dan kedekatan kita dengan Allah menjadi kunci dalam pencapaian kesuksesan. Tak ada alasan untuk tidak taat dan dekat dengan Allah SWT.

Sesungguhnya kita hanya ditolong karena kemaksiatan musuh-musuh kita pada Allah. Jika kita juga sama dalam melakukan maksiat maka adalah mereka lebih utama dari pada kita dalam hal kekuatan. Jika kita tidak mengalahkan mereka dengan ketaatan kita, maka mereka akan mengalahkan kita dengan kekuatan mereka.

 

So, who will be the next Muhammad Al-Fatih? Allahu’alam bi shawab