Prinsip Islam Menyangkut Halal dan Haram


Bismillah,

Membaca kembali bukunya Ust. Yusuf AL-Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, merefresh kembali pengetahuan pribadi saya tentang halal dan haram. Perkara halal dan haram dalam dunia kontemporer saat ini bisa jadi sudah berkembang dan diwarnai berbagai macam ijtihad. Pada prinsipnya halal dan haram yang ditetapkan dalam Islam mencakup seluruh manusia, tanpa terkecuali, bukan hanya bagi kalangan muslim saja. Sudah banyak ilmu pengetahuan yang menyingkap hal-hal mengenai keharaman sesuatu, yang ternyata memang tidak baik dari segi medik, kesehatan, dll ketika dilakukan atau dikonsumsi oleh manusia. Khamr, daging babi, memelihara anjing bukan untuk tujuan pengamanan, adalah perkara-perkara yang diharamkan oleh Islam dan memang mendapat persetujuan oleh ilmuwan yang mengatakan mengapa hal-hal tersebut dilarang.

Islam mengatur seluruh sendi kehidupan, tanpa terkecuali. Mengenai perkara halal dan haram, lebih lengkapnya bisa langsung dibaca di bukunya Yusuf Al-Qardhawi tersebut. Saya hanya ingin mencoba berbagi mengenai prinsip-prinsip Islam dalam halal dan haram, yang juga saya ambil dari buku beliau. Setidaknya ada 11 prinsip yang beliau paparkan, yakni:

  1. Pada dasarnya semua hal itu diperbolehkan. Dalam kaidah fiqh, dalam perkara syariat, yakni sistem yang bertujuan memberikan kebaikan untuk seluruh umat manusia, semua hal itu diperbolehkan sebelum jelas larangannya secara eksplisit berdasar nash Al-Qur’an dan juga Sunnah Rasulullah SAW. Berbeda dengan perkara ibadah, dimana semua hal itu dilarang, kecuali ada perintahnya. Karena itu dalam perkara ibadah, mengada-ngada suatu ibadah – yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW – adalah bid’ah dan menjadi sebuah dosa.
  2. Menghalalkan dan mengharamkan sesuatu hanyalah milik Allah. Islam membatas kewenangan untuk memutuskan halal dan haranm. Islam mencabut hak itu dari tangan manusia tanpa memandang status manusia tersebut. Islam menentapkannya hanya pada Allah SWT. Adapun tugas ulama harusnya adalah mengelompokan mana yang haram dan mana yang halal bagi manusia. Kita, bukan hanya ulama saja, hendaknya berhati-hati menetapkan perkara ini halal atau perkaran ini haram, terlepas dari ijtihad dan keilmuan yang dimiliki, sebelum memang benar-benar secara eksplisit jelas halal dan haramnya. Karena menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal adalah perbuatan syirik.
  3. Mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram sama dengan perbuatan syirik. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya (QS. Al-Maidah 87-88)”. Konsekuensi keimanan adalah kepatuhan. Ketidakpatuhan berarti menyekutukan, dan menyekutukan Allah berarti syirik. Dan syirik adalah dosa besar yang tidak diampuni.
  4. Larangan atas segala sesuatu dikarenakan karena keburukan dan bahayanya. Mana mungkin Allah yang menciptakan manusia, lantas memformulasikan suatu aturan yang membahayakan ciptaannya? Dia tidak menghalalkan apapun kecuali apa yang baik dan tidak melarang apa pun kecuali yang buruk. Seorang muslim dilarang memakan babi, karena ternyata secara medik dalam babi terdapat parasit dan bakteri yang mematikan didalamnya. Terlepas dari itu, dengan keimanan, kita harus taat bahwa memakan babi adalah haram meskipun penelitian itu belum ada.
  5. Yang halal mencukupi, yang haram tidak berguna. Keindahan Islam adalah bahwa pelarangan hanya pada hal-hal yang tidak penting. Artinya Islam tetap memberikan pilihan yang lebih baik dan jauh lebih banyak. Islam melarang riba, tapi memperbolehkan perdagangan yang menguntungkan. Islam melarang perzinahan dan homoseksual tapi menganjurkan pernikahan. Islam melarang babi, tapi membolehkan makanan sehat lainnya. Bukankah Islam menghendaki kemudahan?
  6. Apapun yang menyebabkan kepada yang haram, termasuk haram. Islam menutup semua jalan menuju ke yang haram. Islam melarang seks diluar nikah, maka Islam sekaligus juga mengharamkan tindakan-tindakan yang mengundang seks di luar nikah tersebut. Perlakuan atau tindakan yang haram juga tidak terbatas hanya pada yang melakukannya, tapi meluas pada yang mendukungnya, baik secara materi ataupun secara moral. Menyangkut minuman keras, Nabi SAW tidak hanya melaknat orang yang meminumnya, tapi juga orang yang membuatnya, menyajikannya, memesannya, dan yang mendapat keuntungan dari jual belinya.
  7. Menyiasati yang haram, hukumnya haram. Kebohongan adalah suatu hal yang dibenci oleh Allah SWT. Penyiasatan yang haram menjadi halal tentu adalah suatu kebohongan. Diantara fenomena ganjil saat ini berkaitan dengan hal tersebut contohnya, gambar porno atau pertunjukan porno sebagai seni, minuman keras sebagai penyemangat, dan riba sebagai bunga.
  8. Niat yang baik tidak dapat membatalkan yang haram. Islam bukan agama Robin Hood, yang menolong kampungnya dengan cara mencuri dari saudagar-saudagar kaya. Islam menuntut kita untuk mendapatkan hasil yang benar dengan cara yang benar pula. Kalo tidak demikian, para koruptor akan dengan leluasa “mencuci” hasil korupsinya dengan membangun masjid, mendirikan panti asuhan, atau kerja-kerja mulia lainnya. Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima apapun kecuali yang baik.
  9. Hal yang meragukan harus dijauhi. Yang halal sudah jelas, begitupun yang haram. Namun ada wilayah ‘abu-abu’ (tidak jelas) diantara keduanya. Biasanya hal ini terjadi pada kasus-kasus tertentu atau juga keraguan dan ketidaktahuan akan sesuatu tersebut. Dan panduan bagi seorang muslim dalam menghadapi hal seperti ini adalah meninggalkan hal-hal yang diragukan, karena bisa jadi hal tersebut menjerumuskan kita kepada yang haram.
  10. Hal yang haram dilarang bagi semua manusia tanpa kecuali. Tidak ada sesuatu yang diharamkan bagi non-Arab tapi dihalalkan bagi orang Arab. Atau sesuatu halal bagi orang kulit puith, tapi haram untuk kulit hitam. Dalam Islam tidak ada pengistimewaan sehingga ada keunggulan satu golongan terhadap golongan lainnya dalam perkara halal dan haram. Apapun yang Allah haramkan adalah larangan bagi seluruh manusia hingga hari kebangkitan. Mencuri adalah haram, baik bagi muslim ataupun non muslim. Hukumannya tidak pandang nasab ataupun keluarga pencuri. Rasulullah SAW secara tegas mengatakan seandainya yang mencuri adalah Fatimah, putrinya, maka akan dipotong pula tangannya.
  11. Hal yang haram diperbolehkan dalam keadaan darurat. Islam menyadari pentingnya keselamatan umat manusia. Dalam hal-hal darurat, yang menyangkut keselamatan atau hidup mati seseorang, islam memperbolehkan memakan makanan yang haram demi menyelamatkannya. Asal syaratnya, tidak berlebihan dan melampaui batas kebutuhannya. Artinya memang kita tidak menginginkan memakannya dan tidak melebihi dari yang dibutuhkan. “.. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu… (QS. Al-Baqarah : 185)”

Islam adalah hukum Allah yang diturunkan oleh Allah melalui nabi terakhir dan sudah sempurna. Ajaran dan hukumnya meliputi seluruh umat manusia, tanpa terkecuali. Dan tentunya Islam telah diatur sedemikian rupa sehingga hukum-hukumnya bersesuaian dengan fitrah manusia.  Allahu’alam bi shawab.